Update templates

Sabtu, 13 Juli 2013

ISLAM MENGAJARKAN TAUHID ILAHI DAN PERI KEMANUSIAAN

Tetapi, ketika ummat manusia mulai maju, dan lebih banyak negeri mulai makin banyak dihuni, dan jarak di antara negeri-negeri mulai diciutkan dan sarana perhubungan mulai bertambah baik, pikiran mulai merasakan keperluan adanya suatu ajaran yang universal dan melingkupi semua macam keadaan manusia. Berkat hubungan timbal-balik manusia dapat mendalami kesatuan asasi ummat manusia dan ke-Esa-an Khaliq dan Rabb mereka. Ketika itu di gurun sahara tanah Arabia, Tuhan menurunkan ajaran-Nya yang terakhir kepada ummat manusia dengan perantaraan nabi Muhammad saw. maka tak mengherankan kalau ajaran ini mulai dengan memuji Allah, Tuhan seru sekalian alam. Beliau berbicara tentang Tuhan yang kepada-Nya harus ditujukan segala macam pujian, dan yang menurunkan rezeki-Nya kepada segenap kaum dan negara, dan dengan ukuran yang adil. Dia tidak pilih kasih terhadap suatu negeri atau suatu kaum. Oleh karena itu, ajaran yang mulai secara demikian tak dapat tidak akan berakhir dengan menyerukan Tuhan sekalian manusia, Raja mereka dan Tuhan mereka. Nabi yang membawa ajaran itu adalah Adam kedua. Sebagaimana di masa Adam pertama terdapat satu wahyu dan satu bangsa, begitu pula di masa Adam kedua ini dunia mendapat satu wahyu lagi dan menjadi satu bangsa. Karena itu, kalau dunia dijadikan oleh Tuhan Yang Esa, dan kalau Tuhan sama menaruh perhatian terhadap segenap kaum dan semua negeri, maka perlu sekali bahwa bangsa-bangsa yang beragam dan punya sejarah agama yang berbeda-beda itu bersatu dalam satu kepercayaan dan satu pandangan hidup. Sekiranya Al-Qur’an tidak datang, maka tujuan kerohanian yang merupakan maksud kejadian manusia akan menjadi gagal. Kalau dunia tak dapat dihimpun disekitar  satu pusat kerohanian, mungkinkah kiranya kita dapat menerima ke-Esa-an Chalik kita? Sebuah sungai mempunyai banyak anak tetapi akhirnya ia bersatu menjadi satu aliran besar dan diwaktu itulah kemegahan dan keindahannya menampakkan diri. Ajaran yang dibawa Musa, Isa, Krishna, Zoroaster a.s. dan nabi-nabi lain kepada berbagai bagian dunia, adalah laksana anak-anak sungai yang mengalir sebelum suatu sungai besar terwujud alirannya. Semuanya baik dan berfaedah. Tetapi, akhirnya semuanya perlulah mengalir ke dalam sebuah sungai dan menunjukkan ke-Esa-an Tuhan dan menuju ke tujuan terakhir yang satu, yang menjadi sebab manusia diciptakan. Kalau Al-Qur’an tidak memenuhi tujuan ini, manakah ajaran yang memenuhi itu? Bukan Bibel, karena Bibel hanya bicara tentang Tuhan Israil. Bukan pula kitab Zoroaster, karena Zoroaster a.s. membawa cahaya Tuhan yang hanya semata-mata untuk bangsa Iran. Juga bukan Weda, karena risji-risji mengajarkan hukuman berupa tuang logam cair ke dalam telinga orang-orang Sudra – penduduk asli India – yang berani mendengar bacaan Weda. Juga Budha a.s. tidak memenuhi tujuan besar ini, karena meskipun kepercayaan Budha berkembang sampai ke Tiongkok sesudah beliau wafat, namun pandangannya sendiri tak pernah melayang melintasi batas-batas negeri India. Juga ajaran Isa a.s. tak memenuhi tujuan itu.

0 komentar:

Posting Komentar